PERKAWINAN TUNGKU CU (CROSS-COUSIN MARRIAGE) DI MANGGARAI: ANTARA ADAT DAN AGAMA
Abstract
Abstract:
The Manggarai people in Flores have various types of marriage. One of them is “tungku cu” (cross-cousin) marriage. In this model of marriage, a daughter of a brother can marry a son of the sister. So the couple is the two biological cousins. This local tradition considered this marriage as an ideal type. It is believed to strengthen the kinship and to keep the family inheritance, properties and assets from transferring to other clans. But by the coming of religions to this region, especially Catholicism that has become the major religion entire the area, this marriage is called into question. The Catholic Church law strictly forbids this marriage for health reason and for its closeness on the social relations. The Catholic Church will not legalize such kind of marriage. The couples have to ask for dispensation to get the legality of marriage. The process may long and difficult to get the dispensation. This is a controversy. This article aims to explore the tungku cu (cross cousin) marriage in Manggarai. Using a field and literature approach, this study found that despite the controversy, many families still support the model of marriage. This lead them to difficulties in having legal rights of marriage both according to the Church and the state. However, after years, the Church will offer them dispensation by which the couple could have legal status of their marriage. Dispensation has functioned as a negortiation between local culture and religion.
Keywords: Cross-cousin, Local Tradition, Marriage, Dispensation, Catholic Church, Manggarai
Abstrak:
Orang Manggarai mengenai aneka jenis perkawinan. Salah satunya adalah perkawinan tungku cu atau cross-cousin marriage. Dalam model perkawinan ini, anak perempuan dari saudara laki-laki dapat menikah dengan anak laki-laki dari saudari. Jadi yang menikah adalah dua sepupu kandung. Perkawinan ini dalam tradisi lokal dianggap ideal. Perkawinan ini memperkuat hubungan kekerabatan serta dipercaya dapat menjaga supaya harta tidak berpindah ke clan lain. Namun dengan datangnya agama-agama di wilayah ini,, khususnya agama Katolik sebagai agama mayoritas, perkawinan ini dipertanyakan. Hukum Gereja dengan tegas melarang perkawinan ini dengan alasan biologis yaitu dapat membayakan kesehatan bagi keturunan yang dilahirkan dan mempersempit relasi sosial. Olehnya Gereja tidak memberikan legalitas bagi pasangan tungku cu, kecuali dengan sebuah dispensasi yang tidak mudah didapatkan. Hal ini menjadi kontroversi. Artikel ini bertujuan untuk mendalami perkawinan tungku cu pada masyarakat Manggarai ditinjau dari perspektif hukum perkawinan Gereja Katolik. Dengan menggunakan pendekatan kepustakaan dan studi lapangan. Studi ini menemukan bahwa kendatipun kontroversial, masih banyak keluarga masih mendukung perkawinan model ini. Maka dispensasi mau tidak mau menjadi negosiasi dan jalan keluar untuk menyatukan agama dan adat lokal.
Kata Kunci: Cross-cousin, adat, perkawinan, dispensasi, hukum Gereja Katolik, Manggarai
Full Text:
PDFReferences
Abubakar, L. 2013. “Revitalisasi Hukum adat sebagai Sumber Hukum Dalam Membangun sistem Hukum Indonesia.” Dinamika Hukum. 13 (2): 319-330.
Andriani, Kiki. 2016. “Lobby Dalam Proses Dui Menre Pada Perkawinan Suku Bugis di Desa Waeputtang Kecamatan Poleang Selatan Kabupaten Bombana”. Journal Ilmu Komunikasi UHO 1 (2): 1-17.
Bastomi, H. 2016. Pernikahan Dini dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Indonesia). Yudisia 7 (2): 354-384
Baugh, Timothy G. 1978. “The Implications of Matrilateral crosscousin marriage: The Tlingit Case”. Disertasi: The University of Oklahoma.
Coriden, J.A., Thomas J. Green dan D.E. Heintschel. 1985. The Code of Canon Law. A Text and Commentary. New York: Paulist Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Gopal, Krishan Sharma. 2019. “Crosscousin marriage in Kishtwar.” Asian Review of Social Science 8 (2): 122-126.
Gordon, L. J. 1975. The Manggarai: Economic and Social Transformation in an Eastern Indonesian Society. Disertasi: The Department of Anthropology Harvard University, Cambridge.
Huda, Mahmud dan Nova Evanti. 2018. Uang Panaik Dalam Perkawinan Adat Bugis Perspektif URF (Studi Kasus di Kelurahan Batu Besar Kecamatan Nongsa Kota Batam. Jurnal Hukum Keluarga Islam. Vol 3 No 2, Oktober, 133-158.
Lon, Y. S., & Widyawati, F. 2018. “Bride-Wealth: Is There Respect for Women in Manggarai?” Humaniora 30(3): 271-278 DOI: https://doi.org/10.22146/jh.v30i3.29216
Lon, Yohanes S. 2019. Hukum Perkawinan Sakramental dalam Gereja Katolik. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Lon, Yohanes S. dan Widyawati, Fransiska, 2019. “Food and Local Social Harmony: Pork, Communal Dining, And Muslim-Christian Relations”in Flores dalam Studia Islamika 29 (3). DOI: https://doi.org/10.36712/sdi.v26i3.9917
Lon, Yohanes S. 2019. The Lagality of Marriage According to Cutomary, Religion and the State: Ipmactson Married Couples and Children in Manggarai, Dinamika Hukum 19 (2): 302-317. DOI: http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2019.19.2.2429
Manarisip, Marco. 2012. “Eksistensi Pidana Adat dalam Hukum Nasional.” Lex Crimen. 1 (4): 24-40.
Maggalatung, A.S.; Aji, A.M.; Yunus, N.R. How The Law Works, Jakarta: Jurisprudence Institute, 2014.
Mujib, Misbahul. (2014). “Memahami Pluralisme Hukum di tengah Tradisi Unifikasi Hukum: Studi atas Mekanisme Perceraian Adat.” Jurnal Supremasi Hukum. 3 (1): 19-33
Nggoro, A. 2006. Budaya Manggarai: Selayang Pandang. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah.
Roihanah, R. 2015. Penegakan hukum di Indonesia: Sebuah Harapan dan Kekayaan. Justitia Islamica. 12 (1): 43-
Roosmalen, Y.1989, “Seri 4 Perkawinan Manggarai” Unpublished, Ruteng.
Sembiring, E. dan Christina, Vanny. 2014. Kedudukan Hukum Perkawinan Adat di dalam sistem hukum Perkawinan Nasional Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974, Artikel tidak diterbitkan.
Sheehy, Gerard dkk. 1995. The Canon Law: Letter & Spirit. Minnesota: The Liturgical Press
Singh, K.S. and B.V. Mehta. 2004. People of India: Maharashtra. Mumbai: Anthropological Survey of India.
Stone, Linda. 2014. Kinship and Gender: An Introduction. Washington State: Westview Press.
Susylawati, Eka. 2013. “Eksistensi Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Indonesia.” AL-HIKAM Jurnal Hukum & Pranata 4 (1): 125-140
Verheijen, J.A. 1967. Kamus Bahasa Manggarai I. Manggarai-Indonesia, Koninklijk Instituut voor Taal-Land En Volkenkunde.
Widyawati, F. & Lon, Y.S., 2019. “Mission and Development in Manggarai, Eastern Indonesia in 1920-1960s”, Paramita: Historial Studies Journal 29 (2): 178-189. DOI: https://doi.org/10.15294/paramita.v29i2.16716
Widyawati, Fransiska, 2018. Catholics in Manggarai, Eastern Indonesia, Geneva, Swiss: Globethics.net, 29
Widyawati, Fransiska, 2013. The Development of Catholic Church in Flores, Eastern Indonesia: Religion, Identity and Politics. Disertasi: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wiranata, I Gede A.B. (2005). Hukum Adat Indonesia. Perkembangan dari Masa ke Masa. Bandung: PT Citra Adytia Bakti
DOI: https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i1.14237 Abstract - 0 PDF - 0
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.