Revisiting the Role of Women as Witnesses in Fiqh Justice
Abstract
This paper discusses the role of women as witnesses in a court. This is one of debatable issues in Islamic law considering the provision stating that the value of two women’s testimony is equal to one man’s testimony. Based on a more comprehensive discussion and by revisiting the Islamic resources on this issue, this paper concludes that the provision in the hadith, historically, regards heavily on women’s capability and readiness to perform their duties as witnesses. It can be seen in the case of qadzaf where women can be witnesses for themselves (by stating four oaths in the name of Allah). Therefore, in the current development, women’s role as witnesses needs to be reconsidered so that women can appear in the judiciary to play a role in supporting justice.
Penelitian literatur (library research) ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana pandangan kesaksian perempuan dalam Islam melalui pendekatan analitik terhadap ketentuan dalam fikih keadilan yang ditinjau melalui berbagai berbagai corak diskusi dan referensi yang mendukung penelitian ini. Kesaksian merupakan proses menemukan dan membuktikan kebenaran dalam perkara perdata maupun pidana. Dalam hukum Islam, hal-hal yang membutuhkan kesaksian seperti itu adalah pernikahan dan perceraian yang menyangkut hudud dan qisha. Ada beberapa kriteria khusus dalam memberikan kesaksian. Dalam masalah-masalah spesifik, perempuan tidak diizinkan memberikan kesaksian, diantaranya ialah wilayah hudud dan qisha. Ketentuan lainnya ialah perempuan dapat menjadi saksi di pengadilan, tetapi hanya dalam kasus perdata (transaksi keuangan), dan itupun bobot dua wanita sama dengan satu pria. Apabila merujuk pada makna teks, maka jelas siapa pun dia (wanita) dan kualifikasinya tidak diperbolehkan untuk melayani sebagai saksi dalam kasus pidana. Meskipun secara historis, terbukti banyak wanita cerdas, memiliki kedewasaan emosional, kredibilitas, dan berbagai kemampuan yang memenuhi syarat untuk tampil sebagai saksi dalam kasus-kasus, baik sipil maupun pidana. Masalah kesaksian seorang perempuan tersebut dinilai oleh sebagian orang sebagai salah satu perbedaan yang mensubordinasi perempuan.
Keywords
References
Abu jaib, Sa'di Al-Qamus al-Fiqhi, (Damascus: Dar al-Fikr, 1988).
Ahmad, Salbiah, Evidence of Woman (as Witnesses), Diyat And Apostasy, the Rose Ismail (ed.), Hudud in Malaysia The Issues at Stake, SIS.
Al-Bajuri, Ibrahim al-Bajuri Hassiyat, vol 2.
Al-Na'im, Abdullah Muhammad, Deconstruction Shariah, trans. Suaedy and Amiruddin Ahmad al-Rany, (Yogyakarta: LKIS, 2001).
Al-Shafi'i, al-Umm, (Cairo: Maktabat al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1961
Al-Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, vol. 7.
Majah, Ibn, Sunan, (Riyadh: Maktabat al-tarbiyat al-'Arabiyah, Vol 1).
Mandhur, Ibn, Lisan al-'Arab, (Beirut: 1990, Vol 3).
Rashid Rida, Muhammad, Tafsir Al-Manar, (Beirut: Dar al-Fikr, vol. III).
Rushd, Ibn, Bidayat al-Mujtahid, Dar al-Fikr, nd, vol. 2.
Sabiq, Sayyid, Fiq al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992, Vol. 2)
Syaltut, Mahmud al-Islam 'Aqeedah wa Shariah, Dar al-Qalam, 1966.
Syuja ', Abu, Taqrib, Indonesia, Dar al-life, tt
Umar, Nasaruddin, interpretation of Scripture Gender Perspective: Perspective of the Qur'an, (Seminar Papers Pre NU in Garut, 17 November 1999.
Organizers Foundation and Pentafsir Translations of the Qur'an, Qur'an and Terjemahnya, (Jakarta: 1971).
DOI: 10.15408/ajis.v19i1.11768
Refbacks
- There are currently no refbacks.