Disparitas Putusan Praperadilan Dalam Penetapan Tersangka Korupsi Oleh KPK
Abstract
Abstract: Pretrial is a new innovation in the Criminal Code. Pretrial intention is as a "translation" of the substance of habeas corpus rights. Pretrial become one of the court's discretion horizontally over the application of the force by the police, prosecutors, and the
Commission, which include the validity of the arrest, detention, discontinuation of the investigation or the discontinuation of the prosecution, compensation / rehabilitation, and the validity of objects seized as a means of proof and determination of the suspect. With the institution of pretrial these "prisoners" or suspects who set olek Commission authorized by law to exercise supervision over the course of a forceful measures in the process of determination of the investigation after the enactment itself becomes suspect. The purpose of this monitoring, among other things kongkritisasi Aqusatoir concept of human rights and with the principles of presumption of innocence
Absraksi: Praperadilan merupakan inivasi baru(lembaga baru) dalam KUHAP. Praperadilanmerupakan tempat mengadukan pelanggaran hak-hak azasi manusia, sebab niat praperadilan adalah sebagai “terjemahan” habeas corpus yang merupakan substasi HAM. Sebab penyusunan KUHAP banyak disemangati oleh hukum internasional yang telah menjadi Internasional Custamory Law. Praperadilan sebagai salah satu kewenangan pengadilan secara horizontal atas penerapan upaya paksa oleh polisi,jaksa,dan KPK. Yang meliputi sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti rugi/rehabilitasi, sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian dan penetapan tersangka,Lembaga praperadilan merupakan bagian mekanismesistem peradilan pidana yang diatur dalam KUHAP. Dengan adanya lembaga praperadilan ini “pesakitan” atau tersangka yang ditetapkan olek KPK diberi hak oleh Undang-undang untuk melakukan pengawasan atas jalanya suatu upaya paksa dalam proses penetapan penyidikan setelah ditetapkannya seseorang menjadi tersangka oleh Polisi, Jaksa dan KPK. Pesakitan disini bisa tersangka atau instansi yang relefan, tujuan adanya pengawasan ini antara lain untuk kongkriyisasi konsep HAM dengan prinsip Aqusatoir dan praduga tidak bersalah yang juga dimuat dalam KUHAP.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Atmasasmita, Romli. Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Bandung: Bina Cipta, 1990.
Barda Nawawi, Arif. Teori-Teori Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1999.
Hamzah, Andi. KUHP dan KUHAP.
Harahap, M. Yahya. Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 1998.
Karnasudirdja. Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengamatan Pidana, Jakarta: Makamah Agung, 2002.
Lestari.W. Otoritarialisme dan Keputusan Besarnya Hukuman, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM 1999.
Muladi dan Barda Nawawi. Teori-Teori Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 2001.
Pangaribuan, Luhut M.P. Hukum Acara Pidana, Jakarta: Djembatan, 2008.
Poernomo. B. Manfaat Telaah Ilmu Hukum Pidana dalam Membangun Model Penegakan Hukum di Indonesia, Fakultas Hukum UGM 2001.
Poernomo dan Barda Nawawi. Proses Pengambilan Keputusan dalam Perkara Pidana di Pengadilan, Program Pasca Sarjana UGM, 2002.
Putusan MK. No. 21/PUU-XII/2014.
Rahayu. Putusan Hakim dalam Perkara Pidana suatu Kajian Psikologis. Buletin Psikologi UGM, Yogyakarta, 2005.
Rahayu, Yusti Probowwati. Dibalik Putusan Hakim, Surabaya: Srikandi 2005.
Sabini, J. Social Psichology New York, Noerton Company, 1999.
Scheer, C.J, DAN Hammonds, B.L, Psichology and The Law 2. Washington American Psichology Association, 2002.
Susilowati. Keyakinan Hkim dan Alat Bukti dalam Putusan Hakim Pidana, Buletin Ilmiah Universitas Surabaya. 2003.
DOI: https://doi.org/10.15408/jch.v4i1.3201 Abstract - 0 PDF - 0
Refbacks
- There are currently no refbacks.