Mencermati Festiva Rakyat Era Kekusaan Abbasyiah

Sudarnoto Abdul Hakim

Abstract


Iftitah , Upaya berbagai uapacara maupun perayaan (Festival) yang di selenggarakan masyarakat pada masa pemerintahan Abbasiyyah terutama anatara tahu 786 dan 902 .
menjadi penting anatara lain untuk memperoleh gambaran tentang satu sisi dari hazanah sosial dan budaya masyarakat pada masa keemasan peradaban umat islam tersebut. Sudah bang tentu,
gambaran berbagai perayaan inijuga sekaligus melukiskan dinamika tersebut nampak ada yang bersumber dari agama dan diselenggarakan secara sendiri-sendiri oleh penganut masing-masing
agama yang ada (Islam,Kristen dan Yahudi). Akan tetapi, tidak sedikit juga di jumpai bahwa upacara atau perayaan-perayaan tersebut dilakukan secara bersama-sama tanpa memperdulikan perbedaan
kepercayaan agama yang dianut . Bahkan , dijumpai juga beberapa perayaan tersebut sangat bersifat lokal dan tidak dianggap penting bagi kalangan masyarakat pada masa Abbasyiah, dan oeh sebab itu
tulisan ini lebih bercorak Informative.

Keywords


Perayaan (Festival),Agama,Abasyiah.

References


Tulisan ini disadur bebas dari salahsatu bagian (bab ke VII) buku Muhammad Mannazir Ahsan, Social Life Under the Abbasids, (London : Longman group Ltd, 1979).

Lihat lebih lanjut misalnya uraian Mutabbar al-Maqdisi tentang Ramadhan di berbagai negara dalam Al-Bad' wa al-tarikh 9 paris, 1906), 100, 193. Bandingkan juga dengan G.E. Von Grunebaum, Muhammadan Festivals 9New York, 1951), 56 dan S.I) Goitein, Studies in Islamic History and Institutions (Leiden, 1966), 100-1

Baca Muhammad B. Jarir al-Tabari, tarikh al-Rusul al-Mulk 9Leiden, 1901), 1452 dan Grunebaun, festivals, 54.

Tabari, Tarikh, 1452

Muhammad B. Ahmad al-Muqadasi, Ahsan al-Taqasim fi Ma'rifat al-aqalim, ed. de Geoje (Leiden 1906), 100.

Al-Khalib al-Baghdadi, al-Bukbala 91964), 90, 149.

Tidak seperti sistem kalender Kristen yang didasarkan kepada matahari (solar), bulan-bulan dalam sistem kalender Muslim (Lunar0 berjumlah 29 atau 30 hari.

Lihat 'I'tikaf' dalam Th. W. Juynboll ecyclopedia of islam, edisi pertama. Pada sepuluh hari terahir Ramadhan inilah lailat al-qadr sebagai 'lebih baik dari 1000 bulan" diharapkan turun. Bbaca juga Goitein, Studies, 103-4

Muqadasi, Ahsan, 100.

Ibid., 183

Untuk kasus di Mesir, baca Kindi, Wulat, 2001. suhur adalah Makan sebelum subuh.

Azdi abu Zakaria, Tarikh al-Mawsil 9Kairo, 1967), hal ini sekaligus menjelaskan bahwa toko-toko makanan tidak dibuka pada waktu siang hari. Orangorang yang sangat permisif berkumpul ditempat-temppat tertentu menunjukan sikap ketidaksenangan merekka terhadap bulan Ramadhan. Sebagai contoh ialah Abud Faraj al-Isfani yang sangat tersiksa sepanjang bulan Ramadhan karena dia tidak bisa menikmati minuman keras yang memabukkan.

Muhsin B Ali al-Tanukhi, Nishuar al-Mabadara, ed. D.S. Margoliuth (Kairo, 1921), 99.

Abul Rahyan al-Biruni, Al-athar al-Baqiya an al-Qurun al-Khaliya (Leipzig, 1923), 33. Untuk edisi Inggris dari kitab ini lihat Sachau (London, 18790, 331. Uraian detail tentang asal usul perayaan ini lihat antara lain Abul abbas Ahmad al-Qalqashandi, Subb al-A'sha fi San'at al-Lusha, ii 9Kairo, 1922), 406.

Grunebaum, Festivals, 63.

Ibid., 63

Hilal B Muhassin al-Sabi, rusum Dar al-Khilafa baghdad, (1964),9-11.

Ibid., 10

Maqadisi, Ahsan, 100

Ibid., 83

Grunebaum, Festivals, 63-64

Tanukhi, Nishwar, viii, 12, 91. Simak juga Tabari, Tarikh, iii, 1181.

Abul Faraj Ibn al-Jawzi, Al-Muntazam fi al-Tarikh al-Muluk wa al-Umam, Vol.2 (Hyderabad,1943). Baca juga misalnya Sabi, Rusum, 10-11.

Ibn al-jawzi, al-Mumtazam, vi, 3. Lihat Juga Sabi, Rusum, 24.

E. Mittwoch, "Id, Id al-Fitr, Id al-Adha," Encyclopedia of Islam, edisi ke.2.

Muqadasi, Ahsan, 100. Tidak diperoleh keterangan apa yang dimaksud dengan uang Id dalam buku Muqadasi ini. Penulis sendiri menduga, para gadis itu bertugas untuk menghimpun uang Zakat. jika dugaan ini benar, maka ini merupakan pemandangan yang sangat menarik dimana para gadis berkeliling dengan penampilan yang mempesona mengunjungi rumah-rumah penduduk bertugas sebagai Amil Zakat justru pada saat pandangan masyarakat umum yang mengatakan bahwa Mekah adalah sebuah kota yang sangat ekslusif karena ortodoksi Islam yang dianut dan tidak memperkenankan kaum wanita untu keluar rumah apalagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan publik.

Ibn al-Jawzi, Muntazam. vi, 3; Sabi, Rusum,24.

Sabi, Rusum, 24

Ibid., 24-5. Dalam prosesi ini satu rombongan besar yang terdiri dari bodyguard dan tentara pribadi khilafah, mengenakan pakaian wanita, berparade mengendarai kuda di sepanjang jalan di kota Baghdad. Penduduk nampak memenuhi dua sisi pinggir jalan yang dilalui rombongan kerajaan menyaksikan dengan seksama prosesi tersebut. Sementara khalifah dan keluarga menyaksikan dari pavilion yang telah disediakan untuk keperluan yang sama. Agar rombongan ini bisa bergerak lancar, maka jalan-jalan ditutup bagi umum. Lihat lebih lanjut antara lain Zahir al-Din Ali B. Muhammad al-Khazaruni, Maqam fi Qawaid Baghdad fi al-Darla al-Abbasyiah, ed. K. Awad dan M.Awad (Baghdad, 1962),26.

Serangan kelompok Beduin terhadap rombongan haji ini sering sekali terjadi dan tidak sedikit dari anggota rombongan ini yang mati dan kehilangan harta mereka. Belakangan kelompok Qaramithah juga merampok rombongan haji. Baca lebih lanjut Ibn al-Jawzi, Muntazam, v, 56, 65 dan vi, 2, 3; Tabari, Tarikh, iii, 1941, 2027; Arib B. Saad, Silat Tarikh al-tabari, ed. De Goeje (Leiden, 1987), 54, 118-19.

Rombongan haji ini harus membayar biaya perjalanan 9uang toll0 dalam jumlah yang sudah ditetapkan pemerintah dengan alasan untuk keselamatan rombongan. Baca H. Bowen, The Life and Times of Ali b.Isa (Cabridge, 1928), 357-8. Pemerintah Abbasyiah dan para pangeran sendiri juga membayar kepada suku Benduin ini. Satu saat mereka pernah membayar sebesar 9000 dinar dan suku Beduin akan menerima 4 dinar dari setiap orang. A. Merz, The Renaissance of Islam, terj. Inggris oleh K Bakhs dan Margoliuth (Patna, 1937), 313.

Ibn al-Jawzi, Muntazam, vii, 276

Ibid., vii, 276

Kazaruni, Maqam, 24. Lihat juga dalam M. Fahd Badri, Al-Amma Fil Qarn al-Khamis al-Hijri (Baghdad, 1867), 195-6.

Ibn al-Jawzi, Muntazam, vii, 263; Kazaruni, Maqam, 24. Tabari, Tarikh, iii, 1383; Ali B. Husain Abul Faraj al-Isfahani, Kitab al-Aghami, Vol.1 (Leiden), 64.

Ibid; kazaruni, Maqam, 24 dan Badri, Amma, 194-5.

Grunebaum, Festivals, 37. Dalam melaksanakan tugasnya, Amir al-Haj dibantu oleh seorang staf husus. Disamping tugas-tugasnya yang pokok yaitu memandu kafilah haji, ia juga mempersiapkan satu cara untuk menjauhkan diri dari kemungkinan serangan suku-suku Arab.

Ibid., 33-4

Muqadasi, Ahsan, 96

Mez, The Renaissance, 314

Kazaruni, Maqam, 24. Husri, Jami' al-Jawahir, 110.

Al-Isfani, Aghami, iii, 94; Balkhi, Kitab al-Bad'wa al-Tarikh, 96; dan Ibn al-Jawzi, Muntazam, vii, 84.

Balkhi, Kitab, 96

Sawiq adalah sejenis makanan kering yang terbuat dari Barley (sejenis gandum yang digunakan untuk makanan dan untuk membuat bir atau wiski) yang dicampur dengan air, mentega yang terbuat dari ekor kambing. Sawiq ini adalah makanan yang sangat populer terutama bagi masarakat biasa pada masa awal kekuasaan Abbasyiah. Simak lebih jauh Abul Hasan al-Mas'udi, Muruj al-Dhahab, ed. DE Meynard (Paris), 312-13 dan Amir B. Bahr al-Jahiz, Al-Bukhala, ed. T. Hajiri (1958), 164.

Kitab Khatib al-Baghdadi memberikan gambaran tentang haji yang dilakukan oleh kaum terpelajar. Sambil menunaikan Ibadah haji, mereka pada umumnya juga belajar berbagai cabang ilmu-ilmu keislaman dari para sarjana. Khalifah Mahdi sendiri pernah meminta Malik b. Anas untuk mengajar karyanya Muwatta kepada para pelajar sepanjang hari-hari pelaksanaan haji. Baca Bernard Lewis, "Hajdj," Encyclopedia of Islam, edisi kedua, ix, 83.




DOI: 10.15408/bat.v9i9.6915

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 1970 Sudarnoto Abdul Hakim

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.