Representasi Makna Istathā’a pada QS. Ali Imran: 97 Menurut Wahbah Al-Zuhaili dalam Konteks Haji
Abstract
Penelitian ini membahas tentang istathā’a atau mampu QS. Ali Imran: 97 menurut
Wahbah al-Zuhaili yang merupakan salah satu syarat untuk bisa menunaikan haji.
Lebih jauh lagi ada dua aspek yang mendasari kata istathā’a dalm konteks haji,
yaitu: aspek sosial dan aspek ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan. yang mengungkap makna istathā’a QS. Ali Imran: 97 dalam
pandangan Wahbah al-Zuhaili menurut analisis kajian tafsir tematik. Selain itu,
juga menjawab semua keresahaan terkait representasi makna istathā’a yang
sesungguhnya dalam al-Qur’an. Adapun hasil dari penelitian ini mengatakan akan
istathā’a yang berkaitan dengan kemampuan fisik, yaitu: sehat secara jasmani dan
ruhani, biaya yang cukup selama perjalanan menuju tanah suci sampai dia
kembali, keluarga yang ditinggalkan selama melakansanakan rangkaian haji,
kendaraan yang digunakan selama perjalanan dan rasa aman dari segala mara
bahaya serta adanya mahram bagi perempuan. Istaṭhā’a diukur dari keimanannya,
jika seseorang yang meyakini akan kewajiban ibadah haji bagi yang mampu maka
ia tidak dihukumi kafir, namun bagi ia yang mengingkarinya maka ia dikatakan
kafir. Dan siapa yang melaksanakannya maka ia merupakan hamba muthi’ atau
ta’at namun jika tidak melaksanakannya maka ia adalah hamba yang telah
melakukan kema’siatan kepada Allah Swt.
Keywords
DOI: 10.15408/ushuluna.v9i02.35966
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.