Kearifan Penyuluh Islam dalam Pluralitas Agama
Abstract
“Pluralisme” memandang kemajemukan secara positif-optimis dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu. Pluralisme tidak semata-mata menunjuk pada kenyataan adanya kemajemukan, tetapi juga keterlibatan aktif terhadap kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja dan di kampus maupun di tempat pelayanan umum dan pusat-pusat perbelanjaan. Akan tetapi seseorang baru dapat dikatakan memiliki sifat “pluralis” apabila ia mampu berinteraksi secara positif dan toleran dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dalam Islam realitas pluralitas merupakan sesuatu fakta yang menyejarah, dan diakui sebagai bagian dari keanekaragaman manusia di muka bumi. Sehingga bisa dipastikan bahwa, tidak ada seorang pun yang boleh memaksakan sesuatu terhadap orang lain, termasuk dalam masalah keyakinan atau agama (baca antara lain : Qs. Al-Baqarah [2] : 256, Qs. Al-Kafirun [109] : 1-6). Tetapi yang dibutuhkan adalah “kearifan” dari masing-masing pemeluk agama, sehingga melahirkan “toleransi” dan “kedewasaan” dalam mengamalkan ajaran agama, atau dalam bahasa populernya “berdamai dengan perbedaan”. Penyuluh agama yang memiliki peran dan fungsi strategis dalam pembinaan kehidupan beragama bagi masyarakat seyogianya mempunyai kearifan itu, yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dalam menyikapi dinamika kehidupan masyarakat beragama.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.15408/dakwah.v25i1.23186 Abstract - 0 PDF - 0
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2021 Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Published by the Dakwah and Communication Faculty of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta