Nasib Korban Kejahatan Korporasi
Abstract
Perkembangan industri di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Pada tahun 2013, pertumbuhan perindustrian di Indonesia mencapai 7%(www.kemenperin.go.id). Bahkan e koran detik.com yang mendapatkan data dari BPS, menyebutkan bahwa terdapat 3,98 juta perusahaan baru di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (https://m.detik.com). Dengan cepatnya perkembangan tersebut, tentunya banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul kepermukaan. Salah satu permasalahan korporasi yang paling vital adalah, tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, karena korban dan dampak yang ditimbulkannya cakupannya lebih luas dari pada kejahatan yang lain.
Black's law dictionary menyebutkan bahwa kejahatan korporasi adalah setiap tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan karena kegiatan petugas atau karyawannya (Herry Sampel Black, 1990: 339). Kejahatan korporasi menimbulkan korban dan akibat yang lebih luas cakupannya. Namun, hingga saat ini pun, belum ada undang-undang yang mengatur tentang pertanggung jawaban dari korporasi terhadap korban-korban yang ditimbulkan. Jimmy Tawalujan menyebutkan bahwa pertanggung jawaban korporasi belum diatur di Kitab Undang-undang Hukum Pidana karena belum diaturnya korporasi sebagai subjek tindak pidana. KUHP hingga saat ini masih menganut paham bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia (Jimmy Tawalujan, 2012: 7).
Dengan belum adanya regulasi yang mengatur perihal pertanggung jawaban kejahatan yang dilakukan oleh korporasi, banyak kejahatan-kejahatan korporasi yang merajalela, seperti kejahatan terhadap kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia, PT. Newmont Minahasa dan laninnya (www.walhi.org.id). Padahal, kerugian yang diterima oleh para korban begitu besar, baik kerugian materiil maupun kerugian immateriil.
Sunardi, sebagaimana dikutip oleh Agus Sulaeman dan Umar Ma’arif mengatakan bahwa, “pengaturan terhadap korporasi sebagai subyek tindak pidana harus jelas dan tegas dengan mencantumkan secara autentik dalam ketentuan umum KUHP yang sekarang sedang diperbaharui sehingga ketentuan di luar KUHP harus mengikutinya (Agus Sulaeman dan Umar Ma’arif, 2017: 389).
Tidak diaturnya korporasi sebagai subjek hukum di dalam KUHP, merupakan salah satu hal yang patut kita kaji kembali dan Merupakan hal yang harus kita antisipasi bersama. Pasal 59 KUHP hanya menyebutkan bahwa: “Dalam hal-hal di mana ditentukan pidana karena pelanggaran terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus, atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran, tidak dipidana.”
Jika memahami pasal tersebut, jelas bahwa KUHP hanya sebatas mengatur tentang pertanggung jawaban terhadap individunya, bukan kepada korporasi. Pembatasan itulah yang dijadikan tameng oleh para pelaku, dengan mengatasnamakan namakan korporasi, mereka dapat bebas dari jeratan hukum dan mereka dapat lari dari segala pertanggung jawaban kepada para korban.
Memasukkan korporasi sebagai salah satu subjek hukum ke dalam rancangan KUHP merupakan suatu urgensi nyata saat ini. Hal tersebut sangat diperlukan, guna mencegah dan adanya kejahatan korporasi di masa mendatang dan memberikan kejelasan pertanggung jawaban korporasi kepada para korban.
Sahuri sebagaimana dikutip oleh Agus Sularman dan Umar Ma'ruf menyebutkan bahwa terdaat 4 permasalahan pertanggung jawaban korporasi yang perlu diatur, yaitu : (1), masalah rumusan perbuatan yang dilarang; (2), masalalah penentuan kesalahan korporasi; (3) masalah penetapan sanksi terhadap korporasi; dan (4) sifat pertanggungjawaban korporasi (Agus Sularman dan Umar Ma’arif, 2017: 388). Indonesia harus segera memiliki pengaturan jelas mengenai pertanggung jawaban korporasi kepada korban, agar tidak ada lagi korban yang menderita.
Full Text:
PDFReferences
Aji, Ahmad Mukri. "Hak dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Islam," SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, Volume 2, Nomor 2, (2015).
Sularman, Agus; & Ma'arif, Umar. “Pertanggung jawaban Pidana Korporasi Kepada Korban Tindak Pidana,” Jurnal ahukum Khaira Ummah, Vol. 12, !o. 2 Juni 2017.
Tawalujan, Jimmy. “Pertanggung jawaban Korporasi Terhadap Korban Kejahatan,” Jurnal Lex Crimen, Vol. 1, No. 3, Juli-September 2012.
Nahrowi, Nahrowi. "Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing di Indonesia," Jurnal Cita Hukum, Vol. 1, No. 1 (2013).
Yunus, Nur Rohim. "Menciptakan Budaya Hukum Masyarakat Indonesia Dalam Dimensi Hukum Progresif," Jurnal Supremasi Hukum, Volume 1 No. 11 (2015), pp.39-57.
Diakses dari kementerian perindustrian dilaman: http://www.kemenperin.go.id/artikel/4998/Pertumbuhan-Industri-Mendekati-7-Persen diakses pada 18 September 2018, jam 08.35.
Diakses dari e koran detik dilaman https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3485474/ada-398-juta-perusahaan-baru-di-ri-dalam-10-tahun-terakhir diakses pada 18 September 2018, jam 09.31.
www.walhi.org.id, 2007.
DOI: https://doi.org/10.15408/adalah.v1i8.11322 Abstract - 0 PDF - 0
Refbacks
- There are currently no refbacks.