Keanekaragaman Jamur Makro dan Potensinya di Kampung Citlahab, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Ahmad Habib Nur Fikri, Caroline Humaira Rifalina Rosyid, Ratna Zahara Mahajarifar, Fia Fadlun, Noverita Noverita

Abstract


Abstrak

Kampung Citalahab termasuk dalam Kawasan Pusat Penelitian Cikaniki yang terletak di wilayah TNGHS dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, salah satunya jamur makro. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data keanekaragaman jenis jamur makro di Kampung Citalahab, Kawasan Pusat Penelitian Cikaniki, TNGHS serta untuk mengetahui potensinya. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode searching per plot di tiga jalur yaitu jalur aliran sungai, jalur hutan, dan jalur pekarangan desa serta dilanjutkan dengan pengambilan sampel gambar menggunakan kamera, pengukuran faktor lingkungan, dan identifikasi sampel. Jamur yang ditemukan sebanyak 614 individu dari 43 jenis yang berbeda. Tingkat keanekaragaman jenis di tiga jalur tergolong rendah sampai sedang, dengan indeks kesamaan tertinggi yaitu 37,21%. Jamur makro yang sering ditemui adalah Microporus xanthopus, Microporus affinis, Xylaria longipes,  dan Auricularia auricula. Beberapa genus jamur seperti Auricularia dan Schizophyllum yang ditemukan di Kampung Citalahab berpotensi sebagai bahan pangan. Sedangkan genus jamur Ganoderma, Xylaria, Microporus, Daldinea, dan Trametes berpotensi sebagai bahan obat-obatan. Masyarakat di Kampung Citalahab belum sepenuhnya memanfaatkan jamur yang tersedia di sana akibat minimnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat setempat. 

Abstract

Citalahab's village is one of the Cikaniki Research Station Centers located in the TNGHS area with a considerable wealth of biodiversity, one of which is the macro fungi. Research are conducted with the aim of obtaining data for diversity in the macro types of fungi in the village of Citalahab, the Cikaniki Research Station Center, TNGHS and to discover their potential. The method used in research is the searching per plot on 3 locations of streams, forest trails, and rural garden paths and followed by camera sampling, measuring environmental factors, and sample identification. The fungi found as many as 614 individuals from 43 different kinds. The level of variability in all three pathways is low to moderate, with the highest similarity index being 37,21%. The oft identified macro fungus is Microporus xanthopus, Microporus affinis, Xxylaria longipes, and Auricularia auricula. Some genus of fungi such as Auricularia and Schzophyllum found in the Citalahab village are potential food. While the genus fungi of Ganoderma, Xylaria, Microporus, Daldinea, and Trametes are potentially pharmaceuticals. The people of the Citalahab village have not fully benefited from the local people's lack of information available there.


Keywords


Citalahab; Diversity; Macro fungi; Potential; Jamur makro; Keanekaragaman; Potensi

Full Text:

PDF

References


Badalyan, S. M. (2012). Edible ectomycorrhizal mushrooms. Berlin: Soil Biology series Springer-Verlag.

Brower, J. E., Jernold, Z., & Ende, C. V. (1990). Field and laboratory methode for general ecology. New York: W. M. C. Brown Publisher.

Chang, S. T., & Miles, P. G. (1989). Edible mushrooms and their cultivation. Boca Raton: CRC Press.

Darwis, W., Desnalianifi., & Suoriati, R. (2011). Inventarisasi jamur yang dapat dikonsumsi dan beracun yang terdapat di hutan dan sekitar Desa Tanjung Kemuning Kaur Bengkulu. Konservasi Hayati, 7(2), 1-8.

Dunham, M. (2000). Potential of fungi used in traditional Chinese medicine: II Ganoderm. Retrieved from http://www.oldkingdom/UGprojects/Mark- Dunham/MarkDunhamhtml.02/04/2004.

Frantika, S. S. A., & Purnaningsih, T. (2016). Studi etnomikologi pemanfaatan jamur Karamu (Xylaria sp.) sebagai obat tradisional Suku Dayak Ngaju di Desa Lamunti. Proceeding Biology Education Conference, 13(1), 633-636.

Hanafiah, K. A., Napoleon, A., & Ghofar, N. (2005). Biologi tanah: Ekologi dan makrobiologi tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hassanudin. (2014). Jenis jamur kayu makroskopis sebagai media pembelajar biologi (studi di TNGL Blangjerango Kabupaten Gayo Lues). Jurnal Biotik, 2(1), 38-52.

Hasibuan, R. S. (2017). Perencanaan jalur interpretasi pendakian Kawah Ratu Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Nusa Sylva, 17(1), 29-39.

Khastini, R. O., Leksono, S. M., & Ulya, A. N. A. (2017). Biodiversitas dan potensi jamur Basidiomycota di Kawasan Kasepuhan Cisungsang, Kabupaten Lebak, Banten. Al-Kauniyah: Jurnal Biologi, 10(1), 9-16.

Kirar, V., Melhotra, S., Negri, P. S., Nandi, S. P., & Misra, K. (2015). HPTLC finger printing, antioxidant potential and antimicrobial efficacy of Indian Himalayan Lingzhi: G. lucidum. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research (IJPSR), 6, 4259-68.

Magurran, A. E. (1987). Ecology diversity and its measurements. New Jersey: Princeton University Press.

Michael, P. (1994). Metoda ekologi untuk penyelidikan ladang dan laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Noverita., & Setia, T. M. (2010). Inventarisasi jamur makroskopis di Kawasan Penangkaran Orangutan Tuanan, Kalimantan Tengah. Vis vitalis, 3(2).

Noverita., Sinaga, E., & Setia, T. M. (2016). Jamur makro berpotensi pangan dan obat di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai dan Cagar Alam Batang Palupuh Sumatera. Mikologi Indonesia, 1(1), 15-27.

Noverita., Nabilah., Siti, F. Y., & Yudsitari. (2018). Jamur makro di Kepulauan Seribu Jakarta Utara dan potensinya. Jakarta: Fakultas Biologi Universitas Nasional.

Nugroho, S. A. (2011). Analisis kelembaban tanah permukaan melalui citra landsat 7 ETM+ di Wilayah Dataran Kabupaten Purworejo (Skripsi sarjana). Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, Indonesia.

Odum, E. P. (1996). Dasar-dasar ekologi (T. Samingan, Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Parjimo, H., & Soenanto, H. (2008). Jamur ling zhi: Raja herbal, seribu khasiat. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Purdy, L. H. (1956). Factors affecting apothecial formation by Sclerotinia sclerotiorum. Phytopathology, 46, 409-410.

Putra, A. E. (2013). Eksplorasi jamur beracun yang berpotensi sebagai bahan biopestisida di Hutan Pendidikan Gunung Barus Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Skripsi sarjana). Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

Rahmansyah, M. (1989). Perbandingan pola rombak selulosa oleh beberapa jamur Basidiomycetes. Berita Biologi, 3(9), 450-454.

Reyeki, S. (2013). Jamur budidaya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sandy, A. D. (2017). Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap perubahan suhu, kelembapan udara dan tekanan udara (Skripsi sarjana). Universitas Jember, Jember, Indonesia.

Suin, N. M. (2002). Metoda ekologi. Padang: Andalas University Press.

Suriawiria, H. U. (2000). Jamur konsumsi dan berkhasiat obat. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Tampubolon, J. (2010). Inventarisasi jamur makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Tesis master). Program Studi Magister Biologi, FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

Wasser, S. P. (2002). Medicinal mushrooms, as a source of antitumor andimmunomodulating polysaccharides. Applied Microbiology and Biotechnology, 60, 2562.

Wasser, S. P. (2010). Medicinal mushroom science: History, current status, future trends, and unsolved problems. International Journal of Medicinal Mushrooms, 12, 1-16.




DOI: https://doi.org/10.15408/kauniyah.v16i1.20482 Abstract - 0 PDF - 0

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


This work is licensed under a CC-BY- SA.

Indexed By:

/public/site/images/rachma/logo_moraref_75 /public/site/images/rachma/logo_google_scholar_75_01 /public/site/images/rachma/logo_isjd_120 /public/site/images/rachma/logo_garuda_75 /public/site/images/rachma/logo_crossref_120/public/site/images/rachma/logo_base_2_120 /public/site/images/rachma/neliti-blue_75   /public/site/images/rachma/dimensions-logo_120